Posted by : Unknown
Selasa, 19 Maret 2013
Dalam film-film panas, seringkali ada adegan ketika perempuan melakukan hubungan seks dengan mengeluarkan suara-suara yang memancing gairah. Kemudian, adegan diakhiri dengan pihak pria (atau keduanya) mengalami orgasme. Dalam kenyataannya, suara yang dikeluarkan oleh perempuan saat bercinta tak selalu menunjukkan bahwa ia tengah orgasme.
Riset dari University of Central Lancashire menunjukkan, suara-suara yang dihasilkan saat bersenggama itu biasanya terjadi sebelum perempuan mencapai klimaks, atau selama pihak pria mengalami orgasme. Studi tersebut dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi apakah ekspresi suara perempuan selama intercourse dipicu oleh orgasme atau terjadi karena faktor lain.
Penemuan ini diperoleh setelah tim peneliti menganalisa 71 perempuan dengan usia rata-rata 22 tahun. Setiap responden harus menjawab pertanyaan seputar perilaku seksual mereka, antara lain bagaimana mereka mencapai klimaks, dan kapan mereka mengekspresikan diri mereka dengan mengeluarkan suara-suara. Kebanyakan responden perempuan mengatakan bahwa mereka mencapai orgasme selama foreplay, tapi kemungkinan mengekspresikan perasaan mereka saat pasangan mengalami orgasme.
“Data ini dengan jelas menunjukkan perbedaan waktu antara ketika perempuan mengalami orgasme dan membuat suara-suara senggama, serta mengindikasikan bahwa setidaknya ada unsur di atas yang berada di bawah kontrol bawah sadar, sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk memanipulasi perilaku pria untuk keuntungan mereka,” demikian dugaan tim peneliti.
Kemungkinan lain, para perempuan hanya ingin mempraktikkan skenario seksual yang ideal. Yaitu, bahwa senggama akan lebih menggairahkan bila diekspresikan dengan suara-suara yang dapat mendorong pria untuk mengalami orgasme.
“Perempuan tampaknya bukan mengeluarkan suara-suara tersebut untuk mengekspresikan kenikmatan yang mereka rasakan, tetapi untuk membantu pasangannya mencapai klimaks,” tutur Dr John Grohol, pendiri situs Psych Central
Riset dari University of Central Lancashire menunjukkan, suara-suara yang dihasilkan saat bersenggama itu biasanya terjadi sebelum perempuan mencapai klimaks, atau selama pihak pria mengalami orgasme. Studi tersebut dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi apakah ekspresi suara perempuan selama intercourse dipicu oleh orgasme atau terjadi karena faktor lain.
Penemuan ini diperoleh setelah tim peneliti menganalisa 71 perempuan dengan usia rata-rata 22 tahun. Setiap responden harus menjawab pertanyaan seputar perilaku seksual mereka, antara lain bagaimana mereka mencapai klimaks, dan kapan mereka mengekspresikan diri mereka dengan mengeluarkan suara-suara. Kebanyakan responden perempuan mengatakan bahwa mereka mencapai orgasme selama foreplay, tapi kemungkinan mengekspresikan perasaan mereka saat pasangan mengalami orgasme.
“Data ini dengan jelas menunjukkan perbedaan waktu antara ketika perempuan mengalami orgasme dan membuat suara-suara senggama, serta mengindikasikan bahwa setidaknya ada unsur di atas yang berada di bawah kontrol bawah sadar, sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk memanipulasi perilaku pria untuk keuntungan mereka,” demikian dugaan tim peneliti.
Kemungkinan lain, para perempuan hanya ingin mempraktikkan skenario seksual yang ideal. Yaitu, bahwa senggama akan lebih menggairahkan bila diekspresikan dengan suara-suara yang dapat mendorong pria untuk mengalami orgasme.
“Perempuan tampaknya bukan mengeluarkan suara-suara tersebut untuk mengekspresikan kenikmatan yang mereka rasakan, tetapi untuk membantu pasangannya mencapai klimaks,” tutur Dr John Grohol, pendiri situs Psych Central